Banyak cara yang bisa ditempuh oleh sekolah dan guru untuk menguatkan karakter dan kemampuan literasi membaca peserta didik. Salah satunya telah dilakukan oleh SDN 3 Curugsewu, Patean Kendal. Sekolah ini melakukan kegiatan unik bernama “ Sepatu Kaca“ atau akronim dari SEtiaP sAbTU Kawan membAcakan CeritA.
Kegiatan ini dilakukan sebagai kelanjutan dari program 15 menit membaca yang telah konsisten mereka laksanakan setiap pagi. Selain itu, sebagai bentuk dorongan untuk mengembangkan kemampuan personalisasi dan karakter dari peserta didik agar berani mengungkapkan dan berekspresi di depan teman-temannya.
Dibentuk Kelompok Kecil dan Bermain Hompimpa
Sepatu Kaca dilaksanakan setiap hari Sabtu pagi sebelum jam pelajaran dimulai. Selama 30 menit, peserta didik berkumpul di halaman sekolah dan membentuk kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok terdiri dari 5-6 orang berasal dari jenjang kelas yang sama. Mereka duduk melingkar dan melakukan permainan “hompimpa” dengan tangan mereka untuk memilih siapa dulu yang akan membacakan cerita. Setelah beberapa kali “hompimpa” akhirnya terpilih satu orang yang sebagai pembaca pertama.
Hari Sabtu itu, Marikh, terlihat menjadi pembaca pertama di kelompoknya diantara kelompok lain kelas 4. Dia lalu bergeser sedikit ke tengah lingkaran untuk membacakan sebuah cerita. “Perangkap Hebat Soma” adalah judul buku yang dibacakannya. Awalnya masih kikuk namun setelah melihat teman-temannya terlihat tertarik dengan buku yang dibawanya dia merasa lebih percaya diri.
“Buku ini berjudul Perangkap Hebat Soma, dengar baik-baik ya teman-teman, saya akan membacakan cerita yang menarik,” kata Marikh dengan percaya diri.
Menarik yang dilakukan Marikh saat membaca, terlihat dia tidak hanya membaca cerita namun juga memberikan pertanyaan untuk memunculkan interaksi saat bercerita. Bahkan, sesekali menunjukkan gambar di buku cerita ke kawan- kawannya sambil melontarkan pertanyaan. Salah satunya “Kira- Kira peristiwa apa yang akan terjadi selanjutnya?”, begitu salah satu pertanyaan Marikh.
Aktivitas Marikh ini, ternyata juga dilakukan oleh kelompok lain.
Gunakan Adik Simba untuk Tangkap Cerita
Tak hanya itu, diakhir membacakan cerita ternyata peserta didik memberikan simpulan yang ditanyakan kepada teman-temannya. Pertanyaan simpulan ini menggunakan panduan Apa, DImana, Kapan, SIapa, Mengapa, dan BAgaimana. Atau disingkat menjadi Adik Simba.
“Teman-teman, isi cerita dalam buku ini menurut teman-teman apa?. Dimanakah latar belakang ceritanya, kapan terjadi, siapakah tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Mengapa dan Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?,” kurang lebih pertayaan yang dilontarkan seperti demikian.
Setelah bergantian menjawab dan mereka berdiskusi. Mereka lalu menuliskan jawabannya dalam laporan rangkuman cerita yang telah mereka miliki. Buku rangkuman membaca ini nantinya akan dilihat oleh wali kelas. Terkadang juga dibahas dalam salah satu tema, supaya ada keterkaitan antara membaca dan pembelajaran yang akan dilakukan.
Memulai dengan Pemodelan dari Guru
Ibu Alfiyah, salah satu guru di SDN 3 Curugsewu mitra dan Fasilitator Program PINTAR Tanoto Foundation menceritakan awal pelaksanaan “Sepatu Kaca”. Dia berkata bahwa diawal pelaksanaan hampir tidak ada peserta didik yang berani tunjuk jari untuk membacakan cerita. Setidaknya hanya satu atau 2 orang dari jenjang kelas tinggi (kelas 4-6). Akhirnya harus ditunjuk oleh guru.
Dari pengalaman di pelaksanaan pertama ini, dewan guru mengatur strategi untuk membuat peserta didik menjadi percaya diri dan kegiatan menjadi sebuah kebiasaan yang baik.
Pertama, guru melakukan kegiatan Jumat Guru Membaca Cerita. Pada hari ini, setelah senam pagi dan membaca mandiri, peserta didik berkumpul sesuai dengan jenjang kelasnya. Setelah itu, wali kelas atau guru yang piket, membacakan cerita yang menarik. Pada momen ini. Guru bercerita dengan cara memegang buku yang benar, cara membuka, intonasi cerita, berinteraksi peserta didik dan membuat catatan Adik Simba dengan bertanya.
Dari kegiatan inilah peserta didik menjadi paham bagaimana bercerita yang baik dan menarik, serta apa saja yang dilakukan setelah selesai bercerita. Meniru pemodelan diyakini dan terbukti tepat serta cepat agar peserta didik tahu cara terbaik membacakan cerita untuk kawannya.
Setelah selesai membaca, dipilih satu peserta didik yang sudah diberi bekal sebelumnya, agar memberikan contoh kepada teman yang lain. Hal ini agar peserta didik merasa mampu dan percaya diri, karena teman-temannya telah berani membaca terlebih dahulu.
Melakukan Pendekatan ke Peserta didik dan Wali Murid
Selain melakukan pendekatan pemodelan, guru juga melakukan pendekatan pada peserta didik. Dalam pembelajaran, peserta didik yang terbiasa melakukan pembelajaran MIKiR dari Tanoto Foundation, dihubungkan dengan kegiatan membaca. “Nah kalian sudah biasa berdiskusi kan, sudah biasa presentasi. Besok saat Sepatu Kaca harus berani membacakan cerita untuk temannya,” cerita Alfiyah menirukan salah satu pesan kepada peserta didik.
Upaya mendekati peserta didik, memberikan semangat kepada peserta didik, melatih peserta didik diawal pelaksanaan, ternyata kurang lengkap menurut saran kepala sekolah. Akhirnya guru dan sekolah juga melakukan pendekatan kepada Walimurid. Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan sosialisasi program literasi, salah satunya Sepatu Kaca dan Adik Simba. Setelah wali murid tahu, mereka juga berduyun-duyun membantu. Selain melatih peserta didik mereka juga menyumbangkan buku minimal satu buku satu peserta didik secara berkelanjutan.
Dalam grup Media Sosail Paguyuban Kelas, guru juga memfoto aktivitas peserta didik yang asyik membacakan cerita. Sehingga orang tuanya juga bangga karena anaknya telah berani bercerita didepan teman-temannya. “Efek lainnya, bagi anak yang belum maju, orang tuanya semangat untuk melatih dan menyiapkan anaknya agar mau dan berani maju,” kata Alfiyah berseloroh.
Efek Positif Lanjutan
Kegiatan ini ternyata memberikan efek positif berkesinambungan bagi peserta didik. Saat membacakan cerita, peserta didik akan memberikan pertanyaan kepada temannya. Hal ini membuat temannya konsentrasi mendengarkan. Dan ternyata ini melatih konsentrasi, empathi, dan karakter untuk mau mendengarkan teman.
Pembiasaan ini juga melatih peserta didik berani berbicara di depan umum, mengungkapkan pikiran dan gagasannya tanpa ada rasa canggung dan minder. Ini dibuktikan dengan semakin banyak peserta didik yang ingin maju membacakan cerita. Padahal setiap Sabtu hanya terbatas 2-3 yang berkesempatan.
Dengan konsep Adik Simba, peserta didik juga semakin mudah memahami cerita, sehingga memudahkan dalam menjawab soal ujian. Terbukti saat tes di kelas mereka semakin mudah memahami bacaan. Menariknya, ujian tahun ini, SDN 3 Curugsewu menduduki peringkat 2 di kecamatan. Naik beberapa tingkat dari sebelumnya.
Minat baca peserta didik juga meningkat karena banyak yang tertarik dengan bacaan yang dibacakan temannya tetapi masih penasaran, maka ia akan membaca sendiri buku tersebut saat ada waktu luang.
“Kebiasaan Setiap Sabtu Kawan membacakan cerita menjadikan mereka mencintai buku dan mudah untuk diajak membaca. Ini dibuktikan di SDN 3 Curugsewu saat jam-jam sekolah banyak yang memanfaatkan buku- buku di pojok baca,” ungkap Alfiyah.
Kegiatan ini, juga menjadi reward untuk peserta didik. Dalam pembelajaran, beberapa hasil karya tulisan dan cerita bergambar yang sudah dihasilkan oleh peserta didik dibaca sendiri. Terkadang guru juga menyiapkan referensi cerita baru yang terkait dengan pembelajaran dengan mendownload online cerita baru ataupun mencari referensi cerita dari sumber lain.
Terakhir, hasil catatan dari cerita teman dibukukan. Disisi lain akan semakin banyak referensi cerita yang didapat.